Mengukur Diri di Ramadan 2024

Sepuluh tahun terakhir, rasa-rasanya aku selalu menjalani Ramadan dengan semangat "bulan peningkatan". Baik itu dari sisi ibadah personal maupun ibadah sosial. Maka, aku nggak asing dengan belasan buka bersama, mengejar tadarus Al-Quran sebanyak-banyaknya, bahkan juga sempat siaran RadioMu setiap sahut.

Alih-alih mengikuti pola tahun-tahun yang lalu, Ramadan tahun ini sama sekali berbeda.

Perbedaan tersebut paling terasa datang dari peranku yang tahun ini sudah nggak seaktif dulu. Ini adalah Ramadan pertamaku setelah selesai dari IPM. Sehingga banyak kegiatan yang berkurang, aku pun memanfaatkan momentum Ramadan 2024 bukan lagi sebagai "bulan peningkatan", melainkan bulan "mengukur diri".

My very first time merasakan puncak arus mudik.

Mengukur Diri

Seiring bertambah usia dan tanggungjawab, aku nggak bisa lagi menjalankan tugas sehari-hari dengan pola seperti dulu: gas, yes man, dan segera selesaikan. Saat ini, tugas sehari-hari yang aku emban kebanyakan nggak bisa diselesaikan dengan cepat.

Contoh pertama, perancangan kegiatan. Setiap perancangan kegiatan membutuhkan proses panjang mulai dari penyusunan proposal. Setelah penyusunan proposal, proses komunikasi dan koordinasi pun nggak bisa dilakukan dengan asal cepat. Sampai pelaksanaan, proses yang dilakukan biasanya sangat perlahan. Belum lagi menghitung laporan kegiatan.

Contoh kedua, tugas akhir. Skripsi dan tesis membutuhkan konsistensi dan persistensi. Prosesnya pelan-pelan, melelahkan, dan bikin ingin putus asa, tapi harus dijalani. Melawan ketakutan untuk revisi berulang pun harus dilakukan.

Contoh ketiga, pekerjaan profesional. Walaupun bisa dibilang 7 tahun terakhir aku bekerja, tapi bentuknya kebanyakan kerja-kerja voluntary. Perbedaan paling mendasar dari pekerjaan profesional dan volunteer adalah waktu, tenaga, dan fokus yang diberikan harus lebih besar pada pekerjaan profesional. Sehingga, kerjaan profesional nggak bisa lagi disambi-sambi seperti yang biasa aku lakukan pada kerja-kerja volunteer 7 tahun belakangan.

Karena itu, aku mengukur diri dan kemampuanku di Ramadan ini. Beberapa target nggak bisa terealisasi, ada juga kemunduran di sana-sini. Tapi setidaknya aku jadi paham, setbacks are normal.

Memperkecil Lingkaran Pertemanan

Umumnya, lingkaran pertemanan mulai mengecil ketika seseorang memasuki usia 20 tahun. Tetapi karena kemarin aku masih aktif di berbagai tempat, khususnya IPM, aku merasa bahwa lingkaran pertemananku bukannya mengecil tapi justru makin membesar dan membesar. Itu semua karena berbagai kegiatan di 22 provinsi selama tiga tahun terakhir.

Meski begitu, aku paham bahwa lingkaran pertemananku pasti akan mengecil, cepat atau lambat. Oleh sebab itu aku memilih untuk mulai memperkecil lingkaran pertemanan secara sengaja. Momentumnya juga pas dengan keadaan 7-8 bulan terakhir di mana aku mendapati satu-dua pertemanan yang nggak sehat.

Keadaan tersebut membawa Ramadanku dengan jumlah pertemuan yang minim, khususnya buka bersama, di mana biasanya aku bisa ikut 10-15 buka bersama selama 20 hari pertama Ramadan. Tetapi, di Ramadan kali ini mungkin aku hanya ikut 5-6 buka bersama. Tahun-tahun sebelumnya, aku sering menjadi inisiator untuk mulai kumpul, sekaligus berusaha masuk ke berbagai lingkaran pertemanan.

Sementara di Ramadan tahun ini aku belajar untuk lebih pasif. Ternyata enak juga, jadi lebih tenang dan minim tuntutan.

Yang perlu diperhatikan, mengecilnya lingkaran pertemanan nggak selamanya buruk. Bahkan, dengan pertemanan yang mengecil aku lebih bisa memastikan aku bersahabat dengan orang-orang yang tepat sekaligus berani menyudahi hubungan pertemanan yang memang nggak perlu untuk dilanjutkan.

Selain itu aku juga mempertimbangkan kepribadianku yang ternyata cenderung introvert, sehingga dalam aspek mental capek kalau harus terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain.

Dengan memperkecil lingkaran pertemanan, malah muncul 2-3 hubungan baik yang terjalin selama Ramadan kemarin. Dari hubungan-hubungan baik ini, terbuka berbagai "jalan baru" yang aku syukuri. Semoga bisa terus terjaga.

Bukan Tanpa Kemajuan

Adalah betul bahwa aku mengurangi target, menurunkan ekspektasi, dan merelakan yang harus pergi. Tapi bukan berarti nggak ada kemajuan di bulan Ramadan 2024 yang baru lewat ini.

Ternyata, dengan menyediakan lebih banyak ruang sendiri, aku justru bisa meningkatkan kualitas ibadah. Beberapa tahun terakhir harus diakui aku jarang ngaji, tapi di Ramadan kali ini bisa kembali menikmati baca Al-Quran di sela kegiatan. Malah sempat khatam sekali di akhir Ramadan. Selain itu awal Ramadan juga jadi kesempatan pertamaku menyimak dan belajar di Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah.

Kegiatan juga tetap jalan. Ada kegiatan Tadarus InsightMu dan MedsosMu yang harusnya dilakukan akhir tahun 2023, tapi baru terealisasikan sekarang. Ada juga buka bersama FORMMA UGM-UNY, LabMu, dan (yang paling spesial) Pak Haedar Nashir. Ini sekaligus jadi bukti kalau mengetahui urusan mana yang perlu dijalani dan mana yang tidak ternyata bisa membawa pada keberkahan yang lebih banyak.

Persiapan IB Fest juga jalan terus. Progres memang nggak sepenuhnya sesuai harapan, tetapi dengan kerumitan yang ada, capaiannya menurutku lumayan baik. Setidaknya, kami bisa liburan dan lebaran dengan cukup tenang. Sisanya besok kita selesaikan setelah libur lebaran.

Satu lagi yang juga perlu aku apresiasi, yaitu pola makanku. Sebelum Ramadan, aku mulai ketar-ketir dengan berat badan yang menyentuh 87-88kg. Berkat Ramadan yang bersahaja ini, aku bisa mengurangi berat badan sampai 4kg. Thanks to badanku yang susah bangun sahur sekaligus mager untuk cari takjil, hehehe. Semoga progres baik ini bisa berlanjut terus sampai di bawah 80kg.

Menghadapi Keterbatasan dan Melampauinya

Demikianlah Ramadan-ku yang apa adanya tahun ini. Masih perlu banyak memperbaiki ibadah khususnya tarawih. Perlu belajar biar konsisten dan persisten, khususnya soal tesis yang perlu segera dituntaskan. Masih harus lebih cermat dalam merencanakan sesuatu, biar ekspektasinya nggak ketinggian.

Tapi di sisi lain aku cukup nyaman. Aku cukup berhasil sedikit makan berat, banyak makan buah, nggak banyak belanja, juga membatasi pertemuan-pertemuan yang biasanya membuat Ramadanku terburu-buru. Selain itu, aku juga merasa lebih baik dalam mengendalikan emosi, terutama di Ramadan ini bertemu beberapa kejadian yang cukup menguras emosi (salah satunya ada di postingan ini). Tinggal pola tidur yang perlu diperbaiki agar tidur tepat waktu dan cukup istirahat.

Dengan segala keterbatasan dan ketidaksempurnaan di Ramadan ini aku bersyukur tetap ada kemajuan. Aku juga kembali ingat, bahwa setbacks are normal, kemunduran itu wajar--sekaligus harus dijalani. Tinggal bagaimana setelah mengukur diri, bisa menikmati keterbatasan dan melampauinya.

Selamat Lebaran, Selamat Milad IBTimes.ID. Selamat liburan bersama keluarga. Terima kasih sudah membaca dan semoga kita semua berjumpa lagi dengan Ramadan tahun depan. :)

Komentar

Postingan Populer