Aku, Korban Kafein di Bulan Ramadan

Usia 20-an tahun adalah usia untuk mencoba banyak hal. Kenapa? Agar tahu hal-hal sederhana. Termasuk berbagai hal dalam diri kita sendiri yang banyak belum kita pahami.

Ini ceritaku tentang kafein di bulan Ramadan yang berdampak besar bagi ritme hidupku.


Bisa dibilang aku merupakan peminum kopi aktif. Cukup sering minum kopi walaupun nggak paham seluk-beluk dunia per-kopian. Jika bagi banyak orang kopi bikin susah tidur, bagiku hal ini nggak berlaku. Aku tergolong pelor (alias nempel molor, gampang tidur saat kepala sudah menempel di kasur). Biasanya kopi hanya bikin aku jadi gampang haus dan sering buang air kecil, tapi tetap gampang tidur.

Keadaan di atas sedikit berbeda saat di awal-awal Ramadan ini aku beberapa kali ngopi-ngopi serius. Ngopi sambil laptopan sampai setelah jam 11 malam, mengerjakan beberapa hal yang susah dilakukan di kos atau kantor karena bikin ngantuk. Saat sudah kembali dan nempel kasur, harapannya aku bisa langsung tidur.

Ternyata yang terjadi justru sebaliknya, kafein dalam kopi di bulan Ramadan ini kok jadi galak sekali. Setelah ngopi aku nggak bisa tidur. Sudah sikat gigi, sudah mematikan lampu, sudah pindah posisi tidur berulang kali, tetap nggak bisa terlelap.

Terhitung dua-tiga kali hal seperti ini terjadi. Setelah aku mulai sadar ada yang nggak beres, aku coba untuk nggak ngopi di malam hari. Tetap nongkrong di kafe yang sama, tapi kopi susu kuganti dengan es cokelat. Atau di kafe yang lain aku ganti jadi susu cincau.

Benar saja, setelah kembali dari nongkrong dan menghindari kopi, aku nggak butuh waktu lama untuk terlelap. Ini penting sekali karena aku tipe orang yang susah bangun jika belum tidur sampai 4 jam. Saat berpuasa dan harus sahur, menyesuaikan kebutuhan bangun sahur dengan ritme tidurku sangat penting sekali. Kalau luput, dapat dipastikan aku nggak bangun sahur.

Aku nggak tahu apa yang menyebabkan kafein jadi bereaksi sangat kuat dalam tubuhku di bulan Ramadan ini. Yang jelas, aku senang bisa memahami diri sendiri sedikit lebih baik lagi. Sehingga bisa memilih mana yang tepat bagi tubuh, dan mana yang nggak tepat.

Cerita kafein di bulan Ramadan ini, membuka kenyataan bahwa di usia 20-an tahun aku (dan mungkin kita semua) baru sedikit tahu tentang seluk-beluk diri sendiri. Mungkin juga ada perubahan dalam diriku, yang mungkin aku nggak sadar. Kadang-kadang detail kecil seperti ini sangat diperhatikan dan berpengaruh bagi orang lain, apalagi kalau sudah berpengaruh ke emosi dan tindakan.

Untuk menghadapi hal ini, aku jadi belajar. Bahwa harus banyak mencari, menjelajah, memberi lebih banyak perhatian, dan berubah jika diperlukan, untuk tumbuh dewasa serta belajar bijaksana.

Komentar

Postingan Populer