Pentingnya Dana Darurat

Seiring berkembangnya medsos, bertambahnya kebutuhan, dan meluasnya peluang bisnis, anak muda sekarang makin melek literasi finansial. Dengan bantuan akun-akun medsos tertentu ataupun aplikasi, anak muda jaman sekarang mulai paham dengan yang namanya financial planning. Salah satunya tentang pentingnya dana darurat.

Nah, bagi aku pribadi, financial planning mulai aku selami sejak kelas 1 MTs. Ini karena aku diberi jatah bulanan oleh orang tua. Tiga ratus ribu rupiah untuk satu bulan, bukan lagi harian atau mingguan seperti saat SD.

Foto akhir Desember 2015, dijepret saat ikut TM3 Lampung. Siapa sangka dua pekan kemudian aku kena musibah yang kuingat seumur hidup? hehehe

Bagiku saat itu, 300 ribu adalah nominal yang cukup besar. Karena di bangku SD aku biasa diberi jatah 40-50 ribu untuk satu pekan, sekitar 200 ribuan saja sebulan. Tapi, ternyata sejak saat itu aku jadi belajar soal financial planning. Bahkan juga mengalami shock-culture pengelolaan uang.

Medio 2010-2011, uang 300 ribu cukup untuk satu bulan. Tapi, kadang ada pengeluaran di luar dugaan yang membuat uangku kurang. Mulai dari beli kaos, iuran kelas, hingga anggaran warnet yang sering jebol. Dari situ, aku beberapa kali sampai harus berhutang ke teman. Terima kasih untuk Mbak Nadiya juga Hendrik, teman dari Pemalang sebagai pemodal yang sering menyelamatkan akhir bulanku.

Seiring berjalannya waktu, tercetus ide untuk nambah pemasukan, selain dari jatah orang tua yang meningkat per tahun sejak kelas 3. Ide tersebut adalah buka jastip ketika ada pameran gadget di JEC. Dari event yang bisa digelar 3-4 kali setahun ini, aku pungut biaya 3-8 ribu untuk setiap orang yang mau titip. Lumayan, penghasilan bersih sekitar 100-200 ribu setiap pameran dan sangat cukup untuk menyelamatkan akhir bulanku.

Setelah kelas 2 MTs, kehidupanku cenderung stabil dan datar-datar saja. Sampai saat Aliyah, aku mulai "cari perkara" dengan aktif di banyak tempat, mengambil peran-peran penting, dan menjelajah ranah-ranah yang nggga biasa disentuh oleh teman-teman seusiaku.

Salah satunya Januari 2016, saat aku pertama kali liputan sebagai Tim Media PP IPM di Surabaya. Saat itu aku pinjam laptop Nabil, teman dari Pati. Di bus Sumber Kencono menuju Surabaya, aku ketiduran. Saat bangun, laptop sudah raib! Hadiah ulang tahun yang sangat mantab, hahaha

Singkat cerita, aku cukup pusing saat itu. Karena harus mengganti laptop sekitar 3 jutaan, sedangkan masih kelas 3 MA dan uang jatah bulanan ngga sampai 700 ribu rupiah saat itu. Tapi dalam hitungan bulan alhamdulillah bisa nyicil dan tuntas mengganti sebelum bulan Juni. Aku lupa dari mana saja uangku saat itu, tapi yang jelas salah satunya ada Mas Huda yang sangat membantu.

Masih di 2016, aku bertemu dengan peristiwa sial selanjutnya. Sehari sebelum tes SBMPTN, aku menggunakan sepeda motor Astrea Legenda milik Om yang rem depannya blong. Di Jalan Mataram, aku nabrak Bapak-bapak pengendara Mio Soul GT. Bagian depannya remuk. Seingatku saat itu habis Rp1,4 juta.

Awalnya mau mengusahakan sendiri, tapi saat itu aku harus mengakui bahwa diri ini belum cukup bisa bertanggungjawab dengan diri sendiri dan masih harus minta bantuan ke Bapak. Aku menggantinya dengan uangku dibantu Bapak sekitar 800 ribu.

Momen selanjutnya di Malang tahun 2018. Sepertinya itu kesempatan pertama atau keduaku ke Malang. Saat itu ada Kopdar Pegiat Media IPM di Malang. Di sela-sela kegiatan, aku menonton TV--entah saat itu ada pertandingan sepak bola atau bulu tangkis. Karena menang, girang luar biasa-lah aku saat itu. Lalu dengan santainya HP Xiaomi Mi 4 yang baru 1,5 tahun kubeli dari Ulin melompat keluar kantong baju dan pecah. Sampai rusak touch screen-nya.

Saat itu juga harus beli hape pengganti. Pilihan jatuh pada Redmi Note 5A, terima kasih sebanyak-banyaknya pada teman-teman Malang terutama Haedar dan Alex yang mau bantu membelikan. Walaupun hapeku saat itu turun kasta, tapi tetap butuh dana lumayan banyak, sekitar 1,5 juta. Lagi-lagi aku masih harus minta bantuan Bapak menambahi anggaranku untuk beli hape.

Masih ada beberapa cerita lain saat aku terpaksa memangkas pengeluaran, memutar otak, dan akrobat karena kejadian-kejadian tak terduga, tapi beberapa cerita di atas sudah cukup mewakilkan.

Setelah kejadian-kejadian tersebut, aku mulai menyadari pentingnya dana darurat lalu rutin menabung. Dengan cara membuat rekening tabungan terbisah maupun menabung emas. Setidaknya, ada lah dana darurat yang dapat dipakai jika ada kebutuhan mendesak. Terlebih lagi sudah khatam banget aku merasakan ngga enaknya kekurangan uang di saat benar-benar membutuhkan.

Momen-momen di atas memperingatkanku dengan begitu keras, bahwa hari sial ngga ada di kalender. Maka kita harus siap sewaktu-waktu hari sial itu datang hari ini atau besok. Dana darurat menjadi salah satu penyelamat kita saat kesialan datang dan kita butuh uang.

Jadi, apakah kamu sudah mulai menyiapkan dana darurat?

Kalau belum, ayo siapkan sekarang! 40-50 ribu per bulan jadilah. Yang penting segera dimulai. Itu jauh lebih baik daripada ngga ada sama sekali.

Komentar

Postingan Populer