Revolusi Mental Seharusnya... (1)
Revolusi Mental, salah satu program pemerintahan Presiden Joko Widodo. Nggak ada lagi ceritanya revolusi mental dibilang main-main atau sekedar pemanis, karena sudah digaungkan sedemikian rupa bahkan sampai jadi nomenklatur salah satu kementerian koordinator.
Cuma, apa ya, gue merasa nggak jauh beda deh antara sebelum ada revolusi mental dan setelah ada. Jadi ada beberapa hal yang seharusnya direvolusikan atau sederhananya diubah. Kalau memang revolusi mental terus dikampanyekan selama pemerintahan Pak Jokowi.
KTP
Suatu saat gue buat KTP (sudah model e-KTP). Proses biasa, ke Kantor Kecamatan - bawa KK - scan sidik jari - scan retina - tandatangan - foto ditempat - bayar 20 ribu. Ya gue merasa itu biasa-biasa aja, biaya 20ribu pun gue kira udah semestinya dibayarkan sebagai biaya administrasi/pembuatan. Waktu tunggu dari pembuatan sampai jadinya KTP dijanjikan 2 minggu, tapi ternyata baru seminggu lebih sudah rampung. Sampai disini bersyukurlah gue.
Nggak lama kemudian gue ada kabar dari sepupu yang nggak selisih jauh umurnya. Dia bilang, "sialan mas, gua bikin KTP waktu tunggunya setaun. Kalo mau cepet bayar 300, nggak sampe seminggu bisa jadi". Ketika sampai di Jogja juga sempat ngobrol-ngobrol sama temen, walhasil beda-beda jawabannya, ada yang waktu tunggu 3 hari doang, ada yang sampe sebulan bahkan 3 bulan. Ada yang gratis ada yang bayar mulai dari 30 ribu, 50 ribu, 100 ribu, bahkan sampe 300 ribu. Tapi mayoritas ya yang waktu tunggunya lama dan yang ada biayanya. Bah! alhamdulillah ganti jadi astaghfirullah. Harusnya e-KTP itu bisa langsung jadi, atau paling lama ya seminggu kalau membuatnya di kecamatan. Juga gratis tis tanpa biaya.
Buat KTP lho bro. Kewajiban negara. Datanya yang butuh negara. Warganya nggak minta, negara yang mewajibkan. Warga yang diminta datang ke kantor untuk membuat. Warga diwajibkan, negara yang butuh. Tapi masih aja negara merugikan warganya, negara macam apa ini? Pungutan-pungutan itu kok bisa ada gitu lho. Nyatanya ada yang bisa berjalan tanpa pungutan dalam waktu yang semestinya, tapi kok yang ada pungutan dibiarkan?
Pak Presiden ubah kebiasaan buruk dalam proses pembuatan KTP, itu baru namanya Revolusi Mental.
Anggaran
Ah kalo ini mah nggak perlu panjang lebar.
Ah kalo ini mah nggak perlu panjang lebar.
Dimana mana, terutama (maaf) di instansi pemerintahan, anggaran selalu jadi mainan. Gue tau sendiri ketika di IPM ada dana bantuan gitu dari pemerintah, tapi ternyata itu cuma setengah dari seharusnya. Punglinya astaghfirullah.
Juga ada kabar yang mana pemerintah menyediakan bantuan >100juta untuk Organisasi Kepemudaan (OKP). Tapi ternyata, prakteknya itu cuma puluhan juta yang sampe ke OKP, dan OKP diminta buat laporannya tetep sejumlah yang >100juta itu tadi. Lo paham yang gue maksud laah.
Selain itu, coba deh kalo ada kesempatan tanya ke kontraktor yang ngegarap proyek pemerintah. Super sekali kalo sampe nggak ada pungli sama sekali. Belum lagi mau ada Dana Desa "1 Desa 1 Miliar". Untuk banyak tuh yang biasa mainin anggaran, kalo dapet setengahnya aja itu berarti 500juta. Padahal ada berapa ribu desa di Indonesia?
Pak Presiden ubah kebiasaan buruk dalam urusan anggaran, itu baru namanya Revolusi Mental.
Waktu
Oke, oke, yang ini nggak memusatkan kesalahan sekedar ke instansi pemerintah lagi. Tapi ya tetep aja, kebiasaan buruk ini masuk dalam Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah.
Banyak banget bagian dari masyarakat yang nggak bisa tepat waktu. Mulai dari janji, agenda umum, rapat, jam buka, jam besuk, jam masuk, jam belajar, dan banyak lagi. Padahal waktu itu aset berharga, emang yang telat ngerasa biasa aja. Tapi yang nggak telat kan kasihan, jadi nggak efisien, buang waktu, mengorbankan sebagian waktu yang bisa jadi lebih bermanfaat dari sekedar menunggu.
Juga karena adanya "lingkaran setan" ketidak-tertiban waktu yang terlalu berlarut-larut, biasanya banyak dari masyarakat Indonesia --kaum muda khususnya-- yang waktunya tidak termanfaatkan dengan baik dan efektif. Akibatnya, sekarang banyak tindakan-tindakan yang nggak produktif dari kawula muda.
Gue pun heran, untuk beberapa contoh kegiatan diatas memang masyarakat secara umum nggak bisa tepat waktu. Tapi kalau urusan update medsos nggak pernah telat-telat! (bersambung)
*) Post dengan judul ini berisi banyak kritik-kritik dan pastinya nanti bakal ada serial-serial selanjutnya. Yaa semoga saja nggak kena UU ITE hehehe...
Juga karena adanya "lingkaran setan" ketidak-tertiban waktu yang terlalu berlarut-larut, biasanya banyak dari masyarakat Indonesia --kaum muda khususnya-- yang waktunya tidak termanfaatkan dengan baik dan efektif. Akibatnya, sekarang banyak tindakan-tindakan yang nggak produktif dari kawula muda.
Gue pun heran, untuk beberapa contoh kegiatan diatas memang masyarakat secara umum nggak bisa tepat waktu. Tapi kalau urusan update medsos nggak pernah telat-telat! (bersambung)
*) Post dengan judul ini berisi banyak kritik-kritik dan pastinya nanti bakal ada serial-serial selanjutnya. Yaa semoga saja nggak kena UU ITE hehehe...
Setuju banget deh. Kalo masalah kaya gini bukannya aku "mau" nyalahin pemerintah. Tapi ya gimana lagi? Apa kasus2 kejadian kayagini itu salah penduduk?
BalasHapusAku sendiri ngalamin kejadian yang annoying bgt pas bikin KT.Pengalaman pribadi sih, bener2 ga puas sama kinerja pemerintah. Mereka gak tegas banget aku dioper kemana2 dan prosesnya juga lama.