Kecerobohan yang Banyak Hikmah

Aku adalah orang yang ceroboh. Kecerobohanku terutama terkait dengan kepemilikan suatu barang. Oleh sebab itu, aku sangat menghindari orang-orang yang mau memberi hadiah, apalagi yang sifatnya kejutan. Bukan nggak senang menerima hadiah, tapi lebih karena kecerobohanku membuat aku nggak pernah dapat menjaga barang pemberian dengan baik.

Barang yang aku butuhkan saja belum tentu bisa aku jaga dengan baik. Apalagi barang yang belum tentu aku butuhkan. Sudah jelas mudah berdebu, rusak, atau--lebih buruk lagi--hilang.

Tapi, tulisan ini bukan tentang hadiah dan kejutan.



Kartu ATM yang Mudah Hilang

Sejak kelas 7 MTs di Muallimin Jogja, aku sudah diberikan kartu ATM oleh Bapak. Kartu ATM khusus untuk menerima transferan uang sekolah dan jajan bulananku yang dikirimkan Bapak setiap bulan sebelum tanggal 10. Tentu Naban kecil usia 12 tahun senang ketika diberikan tanggungjawab memegang kartu ATM. Jadi lebih leluasa sekaligus merasa sudah cukup dewasa ketika memegang kartu ATM.

Tetapi, ternyata perasaan senang itu nggak berlangsung lama. Kurang dari satu semester, kartu ATM-ku hilang. Sepertinya jatuh di dekat anjungan tunai mandiri tempatku biasa mengambil uang. Konsekuensinya, Bapak di Lampung harus repot-repot mengurus kartu ATM.

Kurang dari dua pekan kemudian kartu ATM baru datang. Setelah itu aku memperbaiki caraku menyimpan kartu ATM. Tapi nggak lama kemudian dompetku yang hilang. Bapak pun kembali harus repot-repot mengurus kartu ATM.

Tidak berselang lama, kartu ATM yang sudah di tanganku nggak hilang lagi. Dompetku juga aman. Tapi saat aku mengambil uang di mesin ATM nominal 20 ribuan, tiba-tiba listrik mati sekejap. Kartu ATM-ku pun tertelan. Kebetulan mesin ATM ini dimiliki oleh bank yang berbeda dengan bank penyedia kartu ATM-ku. Maka kartu ATM-ku disita oleh bank pemilik mesin ATM dan kembali harus mengurus prosedur yang rumit.

Setelah 3-4 kali hal serupa terjadi, aku memutuskan untuk membuat rekening sendiri. Supaya nggak merepotkan orang tua di Lampung jika suatu saat ATM-ku kembali hilang. Maka kelas 9 MTs, berbekal kartu pelajar dan surat pengantar dari sekolah, aku membuat rekeningku sendiri. Rekening BRI Simpedes yang paling murah biaya administrasinya.

Kecerobohanku soal kartu ATM nggak berhenti sampai di situ. Ketika sudah punya buku tabungan dan kartu ATM atas namaku sendiri, kejadian ATM hilang tetap berulang. Setidaknya sekali dalam setahun selama aku di Muallimin.

Ketika beberapa saat kemudian kartu ATM-ku aman-aman saja, giliran buku tabungan yang hilang. Duh. Lebih repot lagi mengurusnya.

Hikmah yang (Terpaksa) Dipetik

Memang dalam menghadapi kejadian buruk itu hanya bisa sabar, dijalani satu-satu, dan ambil hikmahnya. Terlebih, kalau nggak terpaksa begini, aku nggak mungkin belajar untuk lebih hati-hati, mengurangi kecerobohan, sambil memanfaatkan kejadian buruk untuk hal yang lebih baik.

Salah satu hikmahnya, sejak kelas 9 MTs aku terbiasa ke Polsek untuk mengajukan pembuatan surat keterangan kehilangan. Walaupun awal-awal gemetar, saat ini kalau harus berurusan dengan Polsek bisa lebih tenang, tahu apa saja pertanyaan yang dilontarkan oleh petugas, dan tahu apa saja yang harus aku katakan.

Tidak hanya Polsek, prosedur yang ribet juga harus ditemui di bank. Saat mengurus kartu ATM yang hilang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Lebih ribet lagi saat buku tabungan hilang. Nggak jarang, mengurus kartu ATM atau buku tabungan menyita waktuku lebih dari satu hari kerja.

Selain itu, aku juga belajar lebih bertanggungjawab. Melakukan kesalahan nggak apa-apa, berbuat ceroboh juga wajar, tapi yang nggak semua orang bisa lakukan adalah bertanggungjawab. Dari peristiwa kehilangan kartu ATM dan buku tabungan, aku mulai belajar bahwa jadi orang dewasa ternyata nggak seenak yang dibayangkan. Karena banyak tanggungjawab yang harus diemban seiring dengan kita menjadi dewasa.

Selanjutnya, aku sungguh merasa beruntung sudah membuat rekening di usia 15 tahun. Teman-temanku kebanyakan baru membuat ATM di usia setelah 18 tahun, banyak pula yang baru punya kartu ATM atas nama sendiri setelah usia 20 tahun atau setelah menikah.

Apa gunanya punya rekening di usia semuda mungkin? Kepemilikan rekening membuatku belajar soal pengelolaan keuangan. Usia 15 tahun punya rekening sambil belajar mencari uang jajan tambahan, usia 18 tahun mulai paham pengelolaan keuangan, masuk usia 20 tahun aku dibantu Bela berhasil membuat rekening PD IPM, yang syaratnya jauh lebih rumit dibanding membuat rekening perorangan. Setelah itu pun makin terbiasa dengan aktivitas keuangan yang menyentuh nominal 8 sampai 9 digit.

Seiring berjalannya waktu aku juga memutuskan untuk membuka beberapa rekening. Sangat membantu untuk menyimpan uang tabungan atau dana darurat. Juga ketika tiba-tiba harus membayar menggunakan debit VISA atau MasterCard untuk langganan Netflix, misalnya. Berguna pula ketika lupa membawa uang tunai cukup saat membeli barang atau makanan di cafe.

Sampai saat akhir 2022 lalu membelikan iPhone titipan Nimal di Apple Village Pointe, Omaha, terbukti memiliki beberapa rekening sangat membantu menghadapi opsi pembayaran yang terbatas.


---

Jadi orang ceroboh memang menyebalkan, bukan hanya untuk orang lain tapi juga bagi diriku sendiri. Kadang malah membuat aku sampai misuh-misuh sendiri. Tapi, karena kecerobohan bukan kekurangan yang mudah untuk diantisipasi, jadi aku memilih untuk menerima dan menikmatinya sambil tetap misuh-misuh. Doaku, di balik kecerobohan yang aku lakukan, selalu ada hikmah yang bisa dipetik di waktu-waktu mendatang.

Komentar

Postingan Populer