Mbakku di Rumah, Ada Banyak

Di foto keluarga ini, Mbakku cuma satu. Tapi sebenernya, Mbakku ada banyak!


Kemarin sore, aku mampir ke rumah Mbak Raras bareng Mbak Nadiya, sekalian perjalanan pulang dari rumah Mbah di Lampung timur. Dari Mbak Nadiya aku tau kalau Mbak Raras baru kehilangan Bapak, sekaligus keterima sebagai ASN di Banjit, Way Kanan. 180-an kilometer dari Bandar Lampung dan sudah dekat perbatasan Sumatra Selatan.

Mbak Raras adalah salah satu dari Mbakku di rumah, yang banyak jumlahnya.


Nggak Ada Istilah "Pembantu" di Rumah

Walaupun ngga ingat persis, kalau digali-gali lagi, memori masa kecilku yang paling pertama adalah kelahiran adikku Nuha di awal tahun 2000. Itu berarti umurku sekitar 2 tahun. Ingatannya samar banget.

Ingatan selanjutnya yang lebih kuat, tapi masih berupa potongan-potongan itu sekitar awal 2001, waktu kami sekeluarga ke Jogja. Ngebis, puspa jaya. Ngeliat gajah di alkid. Main ke beberapa rumah saudara.

Di kedua memori tersebut, kesamaannya adalah di rumah ada "pengasuh" anak-anak sekaligus bantuin Bapak & Ibu. Karena memang sejak sebelum anak-anak lahir, Bapak & Ibu sudah jadi pasangan yang keduanya aktif berkarir. Meski begitu, nggak ada istilah pembantu di rumah. Yang ada adalah "Mbak" tambahan.


Mbakku di Rumah, Ada Banyak

Nah, Mbak Raras yang kusebut di awal adalah Mbak pertama kami. Beliau asalnya dari Purbolinggo, Lampung Timur. Bantuin di rumah saat Mbak Nadiya dan aku masih kecil. Beliau nyambi kuliah S1 Psikologi di UML.

Selanjutnya, setelah Mbak Raras selesai kuliah ada Mbak Dewi dari Kalirejo (Lampung Tengah) dan Mbak Alfiyah dari Pagelaran (dulu bagian dari Tanggamus, sekarang masuk Pringsewu).

Mbak Dewi dan Mbak Al ini bantuin di rumah saat Nuha mulai agak gede dan Naila masih kecil. Mbak Dewi saat itu kuliah S1 Psikologi UML & Mbak Al S1 di Pendidikan Bahasa Inggris UNILA.

Setelah Mbak Dewi dan Mbak Al lulus, ada Mbak Beni (Iya, namanya Mbak Beni Agustina, kadang dipanggil Tina tapi lebih sering dipanggil Beni) dari Sumberrejo, Tanggamus. Beliau bantuin di rumah saat kecilnya Nahwan, dan Naila mulai gede. Sambil kuliah S1 Psikologi di UML.

Nah, kesamaan dari beliau-beliau semua adalah bantuin di rumah nyambi kuliah. Setauku, Bapak bantuin biaya kuliah & uang saku, walaupun nggak banyak. Pilihan ini ditempuh Bapak dan Ibu salah satunya karena motifnya bukan cuma nyari ART, tapi bantuin lebih banyak orang buat bisa kuliah. 

Kalau diperhatikan, Mbak-mbak ku ini datang jauh dari kota, umumnya keluarga petani, yang minim dapat kesempatan sekolah tinggi. Padahal mereka secara akademik pintar-pintar. Dan banyak orang di luar sana yang bernasib seperti mereka.

Walaupun ngga 100% ngecover biaya kuliah dan uang saku, setauku cukup berat juga buat Bapak yang hanya dosen biasa dan Ibu yang cuma guru agama SD pada saat itu. Tapi apapun kesulitannya, ini salah satu keputusan Bapak dan Ibu yang menurutku penting dan keren.


Keterikatan Emosional di Antara Kami

Pendekatan Bapak dan Ibu ke Mbak-mbak tersebut sama sekali jauh dari pendekatan kerja. Bahkan aku ingat sempat nanya ke Ibu, semacam "Mbak Raras itu siapa kita, Bu?"

Dijawab Ibu bahwa Mbak Raras itu saudara kami. Jadi emang benar-benar kaya anak sendiri.

Aku pun waktu masih TK sempat tinggal cukup lama di rumahnya Mbak Raras tanpa Bapak dan Ibu. Di sana aku ikut sahur dan belajar puasa. Bahkan waktu itu aku ingat nonton bola Brazil vs Ekuador bareng almarhum Pakde (Bapaknya Mbak Raras). Pun ikatan emosional semacam ini juga hadir pada anak-anak selain aku dengan masing-masing Mbak-nya.

Selain itu, keterikatan emosional juga lahir antar keluarga kami. Sampe sekarang, nyaris tiap lebaran kami silaturahmi antar keluarga.

Yang paling menarik Mbak Dewi dan Mbak Al. Beberapa tahun lalu Mbak Dewi menikah dengan kakak dari Mbak Al. Which means, mereka dulu ngga saling kenal, ketemu di keluarga kami, lalu sekarang betulan jadi keluarga!


---

Setelah Mbak-mbak tersebut, sebenarnya masih ada lagi. Mbak Uut dan Mbak Tri namanya. Kalo ini keduanya masih saudara kami. Tapi persamaannya adalah kuliah sambil bantuin di rumah.

Dan sekarang, Mbak-mbak tersebut sudah lulus semua. Lalu berkarir dan hidup dengan keluarganya masing-masing. Ada yang ngajar sekolah, ada yang ngajar di SLB, ada juga yang jadi HRD di salah satu kantor perusahaan waralaba besar di Lampung.

Terima kasih Mbak Raras, Mbak Dewi, Mbak Al, Mbak Beni, Mbak Uut, Mbak Tri. Udah banyak bantuin Ibu dan Bapak, juga mewarnai dan menemani masa kecil kami, walaupun dengan segala keterbatasan di rumah.

Semoga berkah dan kesehatan selalu menyertai Mbak-mbak semua beserta keluarga :)

Komentar

Postingan Populer