Menghindar dari IG, Twitter, dan Mungkin Juga Netflix

Aku sudah merasakan seminar/ujian proposal, belum merasakan ujian skripsi, tapi cukup dalam mengamati teman-teman yang sudah selesai ujian skripsi. Berdasarkan pengalaman dan pengamatanku ini, proses per-skripsian yang paling berat bukanlah di ujian. Proses yang paling berat adalah dalam pengerjaan.

Ujian pastinya tetap menyeramkan, tapi proses pengerjaan adalah silent killer. Pengerjaan skripsi menurutku underrated, terkesan biasa-biasa aja padahal sangat menyulitkan. Karena saat pengerjaan, kita harus mengumpulkan semangat sembari mengurai benang kusut satu per satu. Suatu hal yang nggak kita pelajari selama kuliah, seperti aku jelaskan dalam tulisan sebelumnya. Masalah di pengerjaan skripsi jugalah yang sering bikin orang patah semangat, tau-tau usia perkuliahannya sudah sampai belasan semester saja.

Nabhan Mudrik Alyaum MQK 2015
Foto yang ngga ada nyambung-nyambungnya sama seisi tulisan, hahahaha

Karena aku nggak mau gini-gini terus dan keterusan gak lulus-lulus, maka langkah luar biasa coba aku ambil. Langkah-langkah yang sebenarnya selalu aku hindari. Langkah tersebut adalah meninggalkan mayoritas aktivitasku di dunia maya. Persisnya, aku harus sebisa mungkin menghindari Instagram dan Twitter.

Dua medsos di atas adalah medsos yang paling banyak menyita waktuku. Dalam sehari, keduanya menyumbang setengah dari seluruh screen time harianku. Maka ini bukan cuma pilihan berani, tapi juga pilihan yang bakal memutus silaturahmi antara aku dengan duniaku. Di sisi lain, kedua medsos bukan sekadar tempatku bergaul, melainkan juga kerjaan harianku ada di kedua medsos.

Tapi, ya, mau gimana lagi. Kalau nggak seniat itu, aku nggak akan pernah bisa fokus. Selalu terganggu dengan godaan membuka dan berselancar di kedua medsos tersebut. Medsos-medsos yang pertama aku buka setelah bangun tidur sekaligus jadi yang terakhir sebelum tidur lagi di malam harinya.

Selain Instagram dan Twitter mungkin aku mempertimbangkan buat meninggalkan Netflix. Di mana di dalamnya ada serial yang sangat menggoda. Sekalinya ketemu serial yang menarik, maka aku bisa terus-menerus nonton sampai selesai. Iya, bukan nyicil satu episode per hari, tapi justru menyikat habis hanya dalam tempo 2-3 hari.

Sebenarnya nggak seketat itu, kok. Aplikasi Netflix belum kebayang mau aku hapus atau enggak, hanya Instagram dan Twitter yang sudah aku hapus. Instagram nggak bisa ngepost, hanya bisa ngintip-ngintip via browser. Twitter sesekali masih bisa diakses lewat laptop. Walaupun begitu sejauh ini efeknya sudah terasa, seperti setengah dari waktuku yang tersedia nggak habis buat medsosan. So far, so good, deh.

Awalnya, soal penyelesaian skripsi ini adalah salah pandemi. Tapi seiring waktu berlalu aku nggak bisa lagi berharap pandemi selesai. Mau nggak mau harus berusaha lebih keras dari biasanya. Toh orang-orang di lingkaranku juga selalu berharap, mendukung, dan mendoakan. Bahkan ada juga yang dengan malu-malu berharap proses ngerjain skripsi ini jadi pencapaian bersama.

Pada akhirnya, langkah yang kelewat berani ini nggak tahu bakal berhasil atau gagal. Tapi, minimal aku sudah mengusahakan yang terbaik. Kalaupun gagal, ya namanya juga usaha~

Tapi ya semoga berhasil, laah. Biar gek ujian terus lulus, sudah akhir September, nih :')

Komentar

Postingan Populer