Rasanya Menjadi Ketua Umum

Ketika tulisan ini dibuat, tinggal kurang sehari untuk menyempurnakan setahun perjalanan dalam menjalankan amanah sebagai PD IPM Kota Yogyakarta. Tanggal 2 April 2017 lalu, PD IPM Kota Yogyakarta resmi dilantik di Aula SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Pasca-Pembukaan Fortasi 2017

Setiap perjalanan pasti membawa pengalaman. Tapi jujur, pengalaman sebagai Ketum membawa kepada pengalaman yang berbeda banget, apalagi buat saya yang baru pertama kali berada di pucuk pimpinan sebuah organisasi.


Makin Sadar Betapa Pentingnya Komunikasi
Setelah resmi jadi Ketum, ada sebuah babak baru yang seru banget. Babak baru ini tentang komunikasi. Makin merasakan bahwa komunikasi akan menjadi kunci bagaimana membentuk iklim yang baik.
Foto bersama saat Upgrading di Selom Boyolali. Sedikit doang karena masih pada tidur.
Saya? Yang ngefoto :')

Perlu kita akui juga bahwa pandangan kita ke orang-orang digerakkan oleh presepsi. Nah, namanya presepsi nggak akan baik kalau komunikasi yang dilakukan juga nggak baik.

Setelah jadi Ketum juga baru paham kalau ucapan kita berpengaruh pada orang, sesederhana apapun ucapan itu. Apalagi kalau sudah dari sananya berbeda jenis kelamin dan kultur. Nah saya yang sebelumnya nggak mau peka ini kan jadi belajar banyak gitu lho.

Misal, bercanda ternyata ada seni, waktu, dan tempatnya. Menyampaikan masukan ternyata sangat perlu, dan perlu dilakukan secara baik-baik. Mendengarkan dan menyampaikan cerita ternyata penting untuk membentuk sikap "saling memahami". Perhatian dan saran yang kita berikan juga sangat membantu untuk bikin orang merasa baikan, atau minimal merasa tenang.


Punya Gagasan dan Membawa Gagasan Menjadi Kenyataan
Foto bersama pasca - Rapat Pleno 2

Dimana-mana disebutkan bahwa menjadi pemimpin haruslah visioner, punya pandangan jauh kedepan. Menjadi visioner saja sudah cukup sulit. Tapi bukan disitu titik paling tersulitnya dan bukan disitu titik terpentingnya.

Ketika kita mempunyai gagasan dan mau menyampaikan ke teman-teman, kita perlu memposisikan diri setara. Kalau kita memposisikan diri sebagai yang berkuasa, gagasan kita tadi ini bakal sangat sulit untuk diterima sepenuh hati --bahkan sekedar diterima pun belum tentu bisa.

Padahal, di tingkat gagasan ini lah bisa dicermati secara objektif mana pemimpin yang berhasil dan mana pemimpin yang kurang berhasil. Jadinya, ya, ketika menjadi Ketum jadi lebih peduli dengan urusan penyampaian gagasan. Nggak bisa lagi sekedar angkat tangan dan ngomong seperti dulu.


Disorot dan Diberi Banyak Masukan
Pasca Musyda XXV, disinilah saya terpilih
Berkali-kali dibilang 

Kalau penyampaian saya kaku - "ban, mbok jangan terlalu spaneng"
Ketika saya kurang kalem - "eh biasa aja dong nggak usah ngegas gitu"
Setelah bercanda terlalu parah - "nyebelin banget sih, mas"
Pas nggak rapi tampilannya - "kamu itu Ketum, mbok diperhatiin"

Banyak tanggapan-tanggapan semacam itu. Saya selalu menganggap ujaran-ujaran semacam ini nggak serius-serius amat, tapi juga perlu untuk diperhatikan. Lagian asyik juga kalo membahas masukan-masukan semacam ini.

Bukan berarti setelah saya menerima dan mengaplikasikan njuk saya nggak menjadi diri sendiri. Justru disinilah saya merasa makin menjadi diri sendiri yang seharusnya. Sangat menyenangkan bisa membangun iklim yang baik dan bersahabat antar-penggerak organisasi.


Belajar untuk Nggak Ambil Pusing dengan Like-dislike
Dolan Bareng, mendaki Gunung Prau.
Sebagian besar menjalani pengalaman pertama mendaki gunung

Namanya diamanahkan menjadi pemimpin itu pasti banyak yang senang. Yap, jadi nggak usah ambil pusing dengan yang tidak senang. Kalau kita terlalu mengurusi yang semacam itu, nanti banyak hal baik lain justru terabaikan hehe..

Saya jadi makin paham dan cukup go on sambil terus memperhatikan sekitar biar selalu bisa introspeksi. Antisipasi kalau-kalau ketika ada yang kurang senang itu memang jadi salah satu bahan buat memperbaiki diri sendiri.

Ini beda urusan dengan yang nggak senang dan kemudian menyampaikan lho, ya. Kalau ada orang yang kurang senang dan kemudian menyampaikan pasti bakal saya tanggapi baik-baik, dan sebisa mungkin apa yang disampaikan bisa saya terapkan.


Makin Paham Bahwa Begitu Banyak Orang Baik di Sekitar Kita
Pasca-Jambore Perkaderan 2017

Sepanjang perjalanan hampir setahun ini saya mengalami banyak perbuatan-perbuatan baik. Dimana kita bersyukur banget kalau berhadapan dengan perbuatan baik tersebut.

Misalnya
    Ketika kumpul-kumpul ngebawain makanan
    Ada yang bolak-balik dari dan ke lokasi acara berkali-kali, padahal lokasinya jauh
    Sebar surat ke 29 ranting dan cabang IPM
    Nyemangati ketika saya sendiri oleng
    Memberi masukan ketika saya salah ucap - salah tindakan
    Mengingatkan shalat
    Saling membangunkan di momen-momen penting
    Hadir ketika bisa hadir dan konfirmasi ketika berhalangan
    Menyempatkan waktu untuk PD IPM
    Nggak enak badan tapi tetap menjalankan tugas sebaik mungkin
    Mengurangi waktu main seneng-seneng demi berIPM
    Bangun pagi-pagi untuk melantik
    Menembus hujan deras demi hadir ke agenda bersama
    Rela pulang malam karena urusan PD IPM
    Ada yang keringat-darah-air mata buat urusan IPM
    Ada yang menyampaikan sesuatu walaupun itu berat banget

dan. masih. banyak. lagi.

Begitu banyak perbuatan baik kalau kita mau menyadari. Hanya saja seringkali kita kurang menghargai perbuatan-perbuatan baik yang berserakan dimana-mana ini. Nah sepanjang jadi Ketum ini makin sering mbatin dan mengamini, "oh iya ya, ternyata kalau kita membuka mata, banyak banget perbuatan baik di sekitar kita"


Terakhir, saya menjadi sepenuhnya menyadari bahwa sehebat apapun kita, nggak akan pernah bisa berhasil jika sendirian. Bahkan kehebatan kita sendiri pun muncul karena kita nggak sendirian.

Kalau kamu ingin berjalan cepat, berjalanlah sendirian. Kalau kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama.
- African Proverb

Komentar

Postingan Populer