Ngebis Jogja-Lampung dan Belajar Betah di Perjalanan

Umurku sekarang 24 tahun. Salah satu memori yang paling kuat dalam ingatanku tentang hidupku 20-22 tahun lalu adalah cerita Bapak sebelum tidur. Cerita-cerita ini spesial, karena (seingatku) saat aku di usia 2-5 tahun Bapak melanjutkan kuliah S2 di Jogja sehingga hanya satu pekan dalam sebulan berada di Lampung.


Perantauan Bapak ke Jogja sedang istri dan tiga anak berada di Lampung menjadi salah satu sebab memori masa kecilku yang paling kuat adalah tentang menunggu Bapak pulang ke Lampung. Mulai dari bertanya ke Ibu kapan Bapak pulang, menyimak Ibu telpon-telponan dengan Bapak di wartel atau lewat ponsel Nokia 3315 yang baru terbeli belakangan, sampai menunggu Bapak datang dengan oleh-oleh--biasanya makanan, kaos, atau majalah Bobo. 

Kembali ke cerita sebelum tidur, Bapak biasanya menceritakan perjalanan dari Lampung menuju Jogja. Di sela-sela cerita, Naban kecil dengan cerewetnya bertannya mulai dari bisnya apa, siapa teman perjalanannya, apa nama kapal yang ditumpangi untuk menyeberang, sampai berhenti di mana saja dan melewati kota apa saja. Bapak melengkapi cerita hingga aku berhenti bertanya dan tertidur pulas. 

Cerita-cerita sebelum tidur ini yang kemudian tergambar jelas ketika aku mengalami sendiri perjalanan Lampung-Jogja. Dimulai di tahun 2010 saat aku masuk Muallimin.

Selama jadi siswa Muallimin, aku jadi pengguna setia bis PO Puspa Jaya. Ini nggak lain karena Bapak adalah pelanggan setia Puspa Jaya sejak awal 2000-an hingga 2010.

Naik bis menjadi pilihan kami karena tentu saja biaya yang murah. Saat aku pertama kali ke Jogja untuk sekolah, tarif bis Puspa Jaya kelas eksekutif hanya 300 ribu rupiah, dua belas tahun kemudian harganya menjadi 480 ribu rupiah. Masih terjangkau dibanding pesawat yang bisa sampai dua kali lipat lebih mahal.

Aku pun tergolong beruntung bisa merasakan naik bis kelas eksekutif. Dulu saat Bapak sering bolak-balik Jogja-Lampung, biasanya Bapak memilih kelas "patas" yang lebih murah dibanding eksekutif.

Ngebis, Belajar Betah di Perjalanan

Memang waktu tempuh perjalanan dengan bis tergolong sangat lama, sekitar 19 jam dari Jogja ke Lampung atau sebaliknya. Berangkat jam 13, sampai di tujuan jam 8 pagi keesokan harinya. Namun, di awal-awal merantau ke Jogja, aku sempat mengalami perjalanan 24-26 jam dalam bis. Jadi, waktu tempuh 19 jam sudah jauh lebih baik. Perjalanan yang lebih singkat disebabkan oleh waktu penyeberangan yang lebih cepat dan jalan tol (Trans Jawa maupun Trans Sumatra) yang saat ini sudah jauh lebih baik dibanding 12 tahun lalu.

Perjalanan dengan bis juga mengajarkanku untuk sejak dini terbiasa dengan tantangan dalam perjalanan, misalnya mabuk. Saat menuju Jogja di usia tiga tahun, aku mabuk perjalanan di bis dan di kapal. Tapi sekarang, aku nyaman-nyaman saja berada belasan jam dalam bis. Bahkan bisa baca buku dan main hp tanpa khawatir mabuk perjalanan.

Selain itu, lamanya perjalanan ini mengajarkanku untuk terbiasa dengan perjalanan jauh. Jadi, saat menuju lokasi KKN harus naik kapal selama 12 jam aku ngga ambil pusing. Saat ke Amerika dengan perjalanan selama 30 jam, aku santai saja. Saat melakukan perjalanan Aceh-Papua dalam 36 jam perjalanan, aku hanya perlu sedikit penyesuaian. Di Amerika, saat harus naik bis 8 jam ke Rapid City, SD dan 6 jam ke Minneapolis, MN ringan saja buatku, bahkan aku sempat buka laptop dan menyelesaikan 1-2 tulisan.

Ketika sekarang ada orang bertanya mengapa aku terlihat biasa saja berpindah dari kota-ke kota padahal waktu tempuhnya panjang, kebiasaanku ngebis ini menjadi jawabannya.

Maka, sampai sekarang bis masih menjadi pilihanku. Terutama saat ingin melakoni perjalanan dengan santai dan lebih murah. Setelah naik bis cukup diam, makan-minum-tidur-baca buku, istirahat di dua pemberhentian, naik kapal, dan nggak lama kemudian sampai rumah. Berbeda dengan moda transportasi lain, misalnya pesawat yang menghabiskan banyak waktu untuk menuju bandara, check in, sampai transit.

Entah sampai kapan aku semangat naik bis. Tapi yang jelas untuk sekarang bis masih menjadi pilihan untuk pulang ke Lampung.

---


Dua hari lalu, aku kembali pulang naik bis lalu terbayang menulis tulisan ini. Tetapi setelah 6 jam perjalanan ternyata aku mendapat kabar bahwa harus turun di Jakarta untuk ikut Penyerahan SK Guru Besar Bapak. Saat sedang terpikir kisah masa kecilku, bis, dan perjuangan Bapak, justru kabar ini hadir. What a coincidence.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer